I. IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
Sasaran iklan adalah agar konsumen
dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskanuntuk
membeli produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk
tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. sasaran dekat yang
lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya,
kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan
sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen
itu sendiri. Maka, iklan hanyalah media informasi yang netral untuk membant
pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Karena itu, iklan lalu mirip sepertu
brosur. Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak
menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap tampil menarik
tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat. Misalnya, iklan menggunakan
objek binatang langka tertentu yang tampil secara menarik dan lucu, atau
burung-butung tropis, pemandangan alam, dan semacamnya dengan disertai nama
produk disalah satu bagian iklan itu, tanpa ada kata-kata bujuk rayu atau
manipulasi apapun.
a. Fungsi Iklan Sebagai Pemberi
Informasi dan Pembentuk Opini
Pendapat pertama melihat iklan
terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media untuk menyampaikan
informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau
sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa
iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang
serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat
mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli
produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk tersebut
atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. Sasaran dekat yang lebih
mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya,
kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan
sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen
itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral untuk membantu
pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur.
Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak menarik.
Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap dapat tampil menarik tanpa
keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai
pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada tiga pihak yang terlibat dan
bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan. Pertama,
produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang
mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan
sebagainya. Ketiga, bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan
datang, iklan informatif akan lebih di gemari. Karena, pertama,
masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu
oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua,
masyarakat sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan
suatu produk. Ketiga, peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar
memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan
serius bagi iklan.
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai
pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik iklan dilihat sebagai suatu cara
untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal
ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang
berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah
untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan
menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan
maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena itu,
model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas
dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala
aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia.
Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk
dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi
terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang
lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita bedakan dua macam
persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap
mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk,
sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi
atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional
sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu. Persuasi rasional
bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang
penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa
iklan yang mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau
disampaikan .jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian
konsumen terdorong untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang
berisi informasi yang benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan
dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk
membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa
dipertanggung jawabkan.
Berbada dengan persuasi rassional,
non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia
untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli
produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat
rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan
yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu,
gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan
baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi
dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-rasional. Pertama, karena
iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan
memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan
dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan
memilih pada konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk
mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan
terbukti kebenaranya.
b. Beberapa Persoalan Etis
Periklanan
Ada beberapa persoalan etis yang
ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif
non-rasional. Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan
manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat manusia
tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk membeli
produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya
adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan,
khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru
sangat bertentangan dengan imperatif moral Kant bahwa manusia tidak boleh
diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain di luar dirinya, termasuk
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulatif,
manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya
dan tidak sekedar di beri informasi untuk membantunya memilih produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan
manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan
akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik
karena dengan demikian akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli
masyarakat. Bahkan, dapat memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi
kebutuhan hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul
masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa yang dianggap manusia
sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga, yang menjadi persoalan etis
yang serius adalah bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah
membentuk dan menentukan identitas atau citra memiliki barang sebagaimana
ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut
seperti diiklankan bintang film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia
modern lalu hanyalah identitas massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan,
serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia
dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa
keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat
ironis dengan kenyataan sosial di mana banyak anggota masyarakat masih berjuang
untuk sadar hidup. Iklan yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas
dengan sesamanya yang miskin.
Kendati dalam kenyataan praktis
sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan tertentu, ada baiknya kami
paaparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan.
Pertama, iklan tdak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud
memperdaya konsumen. Masyarakat dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan
untuk membeli produk tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya
karenatelah diperdaya oleh iklan tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan
semua informasi tentang produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan
keselamatan manusia. Ketiga, iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan,
khususnya secara kasar dan terang-terangan. Keempat, iklan tidak boleh mengarah
pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas: tindak kekerasan, penipuan,
pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat manusia dan sebagainya.
c. Makna Etis Menipu Dalam Iklan
Entah sebagai pemberi informasi atau
sebagai pembentuk pendapat umum, iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah
produk atau bahkan sebuah perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentukk
bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan
terutama terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang
diiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat
ataupun tersirat. Karena itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk
mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip etika bisnis yang paling
relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang benar dan
tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang,
melainkan juga pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis
seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik.
Secara singkat dapat disimpulkan
bahwa iklan yang dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara
sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan
maksud menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran
yang keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi
yang benar apa adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata
lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral
adalah iklan yang mem beri pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana
adanya.
d. Kebebasan Konsumen
Iklan merupakan suatu aspek
pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dan
konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan
permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula
menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklananan tentu saja
sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode
etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga
konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu,
tanpa harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting
adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu
benar-benar punya komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi
masyarakat.
Namun, kalau ini pun tidak memadai,
kita membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk aturan
perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari
pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin iklan
yang baik bagi masyarakat.
2. Monopoli
Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos,
satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya
terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah
seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker),
seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan
jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi,
semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian,
penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila
penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha
mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau —lebih
buruk lagi— mencarinya di pasar gelap (black market).
Ciri dan
sifat
Ada beberapa ciri dan sifat dasar
pasar monopoli. Ciri utama pasar ini adalah adanya seorang penjual yang
menguasai pasar dengan jumlah pembeli yang sangat banyak. Ciri lainnya adalah
tidak terdapatnya barang pengganti yang memiliki persamaan dengan produk monopolis;
dan adanya hambatan yang besar untuk dapat masuk ke dalam pasar.
Hambatan itu sendiri, secara
langsung maupun tidak langsung, diciptakan oleh perusahaan yang mempunyai
kemampuan untuk memonopoli pasar. Perusahaan monopolis akan berusaha
menyulitkan pendatang baru yang ingin masuk ke pasar tersebut dengan beberapa
cara; salah satu di antaranya adalah dengan cara menetapkan harga serendah
mungkin.
Dengan menetapkan harga ke tingkat
yang paling rendah, perusahaan monopoli menekan kehadiran perusahaan baru yang
memiliki modal kecil. Perusahaan baru tersebut tidak akan mampu bersaing dengan
perusahaan monopolis yang memiliki kekuatan pasar, image produk,
dan harga murah, sehingga lama kelamaan perusahaan tersebut akan mati dengan
sendirinya.
Cara lainnya adalah dengan
menetapkan hak paten atau hak cipta dan hak eksklusif pada suatu barang, yang
biasanya diperoleh melalui peraturan pemerintah. Tanpa kepemilikan hak paten,
perusahaan lain tidak berhak menciptakan produk sejenis sehingga menjadikan
perusahaan monopolis sebagai satu-satunya produsen di pasar.
Monopoli
yang Tidak Dilarang
·
Monopoli by Law
Monopoli oleh negara untuk
cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak.
·
Monopoli by Nature
Monopoli yang lahir dan tumbuh
secara alamiah karena didukung iklim dan lingkungan tertentu.
·
Monopoli by Lisence
Izin penggunaan hak atas kekayaan
intelektual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar